Sebagai orang tua, tentunya kita selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Tentu saja, dalam pengasuhan dan keinginan dari anak kita pun ingin kita penuhi. Apalagi untukku yang baru ada satu anak saja. Rasanya apa yang diinginkan anak tuh pingin selalu dikabulkan yaa..
Eittss,, tapi kadang juga aku ingin anak mendengarkan apa yang aku sampaikan. Seperti saat selesai bermain, bisa membereskan mainannya sendiri. Saat waktunya makan, bisa makan dengan tenang dan menghabiskan makanannya.
Wah, enak ya kalau tiap hari anak bisa nurut kayak gitu. Hehehe..
Tapi, anak itu punya pemikiran sendiri. Apalagi kalau anak sudah remaja dan sudah punya banyak teman diluar. Pasti anak bakalan lebih sulit lagi ya kalau ingin di kontrol dan mungkin bisa lebih banyak yang berontak.
Nah, mungkin juga secara tidak sadar kita telah menjadi orang tua Toxic Parenting. Apa sih itu? Kita kenalan lebih jauh yuk agar kita bisa menghindari perilaku toxic parenting.
Mengenal Toxic Parenting
Ilmu parenting itu wajib banget untuk dipelajari. Bahkan, ilmu parenting itu tidak ada di daftar pelajaran sekolah kita. Butuh pengalaman otodidak maupun ilmu dari sana-sini. Jadi, wajib banget kita yang rajin mencari tahu tentang ilmu parenting.
Alhamdulillah, setelah sekian tahun kajian offline ditiadakan karena pandemik yang tak berangsur hilang. Akhir bulan september kemarin pertama kali Ummida Jogokariyan mengajakan kajian offline bertema Toxic Parenting bersama Bunda Wening. Bunda Wening sendiri adalah seorang trainer, konselor parenting, dan seorang penulis buku.
Ada yang sudah kenal juga dengan beliau?
Dilansir dari media online halodoc, Toxic Parenting adalah salah satu jenis pola asuh orang tua yang selalu mengharapkan dan ingin kemauannya tersebut dituruti oleh anak. Tanpa memikirkan perasaan dan kurang menghargai hak berpendapat anak.
Toxic Parenting yang dilakukan secara terus menerus akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Anak bisa menjadi rentan, berperilaku negatif dalam hidupnya, sebagai tindakan berontak terhadap perlakuan yang diterimanya.
Bisa jadi anak lari dari kenyataan dengan konsumsi obat-obatan, narkoba, LGBT, pornografi, atau bisa berperilaku ateis atau tidak percaya adanya Tuhan. Padahal sebelumnya rajin dengan mempelajari ilmu agama, dan lain sebagainya.
Duh, ngeri ya kalau dibayangkan. Tapi keadaan ini memang sungguh-sungguh ada dan mungkin pula kita sendiri secara tidak sadar telah melakukannya. Membentak dan menceramahi anak tanpa mendengarkan alasan juga pendapatnya dahulu, menginginkan anak menjadi patuh, rajin, dan bersikap baik sesuai keinginan kita.
Na’udzubillah.. Semoga kita selalu dijauhkan dengan sikap buruk dan selalu diberikan kesabaran yang lebih banyak. Aamiin..
Cara Mengetahui Orang Tua Seperti Apa Kita!?
Menurutmu, diri kita ini termasuk jenis orang tua seperti apa sih? Happy parents, yang selalu sabar ketika ada masalah apapun, selalu tersenyum, bersyukur. Atau toxic parents, yang suka menceramahi anak tanpa mendengarkan pendapatnya dahulu, menginginkan anak menjadi sesuai keinginan kita.
Mungkin kalau menurut diri kita sendiri, semua kemauan dan perintah dari kita itu adalah untuk kebaikan anak kita. Tapi, apakah kita sudah mendengarkan pendapat dari anak? So, untuk mengetahui jenis orang tua seperti apa kita, adalah dengan berkomunikasi dengan anak secara langsung.
Ada beberapa tahapan yang harus kita lakukan untuk mengetahui orang tua seperti apa kita. Tahapan-tahapannya adalah:
1. Memberikan Pertanyaan
Untuk mengetahui orang tua seperti apa kita, sebaiknya kita memberikan pertanyaan langsung kepada anak. Pertanyaan yang bisa diajukan pada anak bisa seperti ini:
- Menurutmu, ibu ini seperti apa?
- Menurutmu, ibu sudah baik atau belum?
Nah, kedua pertanyaan tadi adalah contoh yang bisa ditanyakan pada anak kita. Bisa disesuaikan dengan umur anak masing-masing dengan gaya bahasa sendiri juga.
Karena anakku masih umur 3 tahun, pertanyaan yang kuajukan biasanya pakai kata ‘sayang’. “Sabila sayang sama umi?”, hiihi. dan biasanya berakhir dengan pelukan juga. Dengan memberikan pertanyaan seperti ini bisa juga menambah keeratan antar anggota keluarga.
2. Buat Surat Cinta
Saat anak sudah bisa menulis dan membaca, bisa mengungkapkan pertanyaan sebelumnya dengan metode surat cinta. Kita bisa menulis harapan dan keinginan kita melalui surat tersebut. Sebaliknya, anak juga mengungkapkan isi hatinya dengan surat cinta.
Tujukan surat cinta tersebut kepada ibu. Lakukan kegiatan ini setiap rutin minimal 3 bulan sekali. Kegiatan ini kalau dibayangkan saja sepertinya seru sekali ya. Karena anakku belum bisa membaca dan menulis, mungkin bisa diganti dengan menggambar sebisanya aja ya.
Setelah menggambar mungkin bisa menyuruhnya buat menceritakan tentang gambar tersebut. Yang mana ayah, ibu, dan anggota keluarga lain. Ayah ibu baik atau tidak pada anak selama ini. Hihii,,
3. Konfirmasi dan Evaluasi
Nah, tahapan yang terakhir adalah mengkonfirmasi melalui surat dari pertanyaan yang diberikan. Jawaban apa yang diberikan anak melalui surat cinta tersebut bisa kita simpulkan jenis orang tua seperti apa kita selama waktu rentang 3 bulan tersebut. Apakah anak merasa kita sering ngomel, marah-marah, atau kita sudah baik, memberi pengertian pada anak?
Nah, dari jawaban anak, kita bisa mengevaluasi apa yang perlu kita perbaiki kedepannya. Sehingga secara tidak langsung, hubungan antara anggota keluarga pun juga semakin erat. Khususnya untuk anak yang sudah remaja dan dewasa. Karena pertemanan mereka juga sudah semakin luas dan kita sebagai orang tua juga tidak bisa untuk mengekang kehidupan anak.
Bagaimana Jika Kita Pernah Berperilaku Toxic Parenting?
Kadang kita sebagai orang tua ingin menasehati anak saat mereka melakukan kesalahan. Tapi mungkin secara tidak sadar, kata-kata yang kita ucapkan melebihi apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga anak merasa terpojok dan tidak berkata apa-apa.
Atau bahkan saat kita menasehati anak, mereka menentang dan menjawab dengan kesal. Merasa anak selalu disalahkan. Mungkin juga kita secara tidak langsung menasehati anak dengan rasa kesal, marah, dan kurang sabar.
Tentu saja, sebagai orang tua kita adalah manusia biasa. Kita pasti pernah melakukan toxic parenting pada anak walaupun itu secara tidak sengaja. Saat melakukannya, kita harus:
Minta Maaf
Tak hanya anak yang harus selalu meninta maaf. Jika kita orang tua dan telah melakukan kesalahan pada anak, tentu saja kita harus minta maaf. Tak perlu gengsi dan merasa benar ya, karena kita orang tua juga manusia biasa.
So, yang pernah melakukan kesalahan segeralah minta maaf ya.. Lebih cepat minta maaf, lebih baik agar tidak tertunda dan akhirnya lupa :D.
Berkomitmen
Berkomitmen pada diri sendiri untuk tidak mengulangi toxic parenting kita. Dan memberi kesempatan pada anak untuk memperbaiki diri. So, kita semua anggota keluarga harus sama-sama memberbaiki diri menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Melakukan Obrolan dengan Anak
Saat anak melakukan kesalahan, sebaiknya ajak dia mengobrol. Berikan obrolan dua arah antara kita orang tua dengan anak. Berikan pertanyaan kenapa anak melakukan kesalahan. Kesalahan apa yang anak perbuat. Tunggu anak menjawab dan berikan dia waktu untuk menjawab.
Sebaiknya hindari obrolan seakan – akan kita menginterogasi dan menceramahi. Dan tidak memberi anak kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. Berikan kesepakatan pada anak agar tidak mengulangi kesalahannya. Terapkan konsekuensi pada anak jika anak melanggar kesepakatan sebelunya.
Semoga kita semua bisa menjadi Happy Parents yang mempunyai sifat sabar dan syukur yang seluas samudra :D. Tak perlu malu jika pernah melakukan Toxic Parenting, segeralah minta maaf dan berkomitmen untuk tidak melakukannya lagi. Karena selain sebagai orang tua, kita adalah manusia biasa yang sering melakukan kesalahan.
Terima kasih sudah ikut Mengenal Toxic Parenting dan Cara Menanganinya. Tetap sehat, tetap sabar dan jangan lupa bersyukur Parents! :D.
Baca ini jadi inget ibu di rumah, sering banget bilang maaf, tolong, dan terima kasih ke anak-anaknya, ngajarin supaya memanusiakan manusia :'). Namun, kadang aku pikir kelak jadi orang tua bakal ngasih toxic ke anak yang tanpa disadari. Semoga kita masih dapat ampunan supaya lebih bijak dalam merawat anak, ya Mom :) terima kasih sekali telah membuat artikel ini :) Semoga Mom Fadmala sehat selalu :)
BalasHapusSemoga bisa menjadi orang tua yg selalu belajar dr kesalahan sebelumnya yaa..
HapusMakasih jg sudah berkunjung 😍
Last quote noted banget nih mb, biasanya orang tua karena merasa lebih tahu ga mau dengerin anaknya, padahal si anak ingin mengungkapkan emosinya melalui cerita
BalasHapusIya pak,, semoga kita bisa menjadi org tua yg lebih baik lagi kedepannya.. Aamiin :D
HapusTanpa sadar memang pernah menjadi toxic parenting Aku juga. Untung berada dalam lingkaran pertemanan yang saling mengingatkan. Makasih sudah mengingatkan mbak!
BalasHapusAkan kucoba 3 tips ini.
Sama" mba :D
HapusSemoga kita bisa menjadi org tua yg lebih baik lagi ya^^
banyak macam istilah memakai toxic ya mbak. benar kok ya, sebagai orangtua beranak satu kadang keinginan anak ingin semua dituruti. sejauh ini belajar menahan, dan seringnya main soounding bair anak faham jika ingin mainan dan jaajn terutama.
BalasHapusWah, mungkin besok bisa gantian sharing mba agar anak faham kalo mau jajan/mainan :D
HapusIni seperti kilas balik masa lalu, ketika anak-anak masih kecil. Bunda dulu masih seperti orang-orangtua jadul, yang awalnya berkomunikasi satu arah dengan anak-anak. merasa lebih tau dan yang paling tahu. Proses belajar, akhirnya Bunda banyak menyadari kesalahan dan berusaha memperbaiki
BalasHapusAlhamdulillah bunda 😍
HapusTak apa bun, belajar tak ada kata terlambat kok^^
Semoga sekeluarga sehat selalu ya bunda😊
Si toxic ini makin banyak jenisnya aja ya Mbak:((. Wajib berhati-hati banget nih sikap kelepasan tanpa mendengar dulu. Meski belum menjadi ortu bisa jadi catatan nih. Makasih mbak Fadmalaaa
BalasHapusSama" 😊
HapusBisa jadi ilmu sebelum berumah tangga kok.. Hihiii,,
mbaaakkkkk aku kok kudu mewek sih membacanya hiks, aku langsung inget saat2 kalo lagi gemes sama anak duh ya allah.
BalasHapuspadahal si anak wedok kalo ditanya, bunda emang gimna?
"bunda kan baik?! aku pengen kayak bunda"
nyes di hati padahal aku lho ndak gitu sering kali juga berekpresi marah hwaaaa aku mewek nih maksih y mbak artikelnya menamparku
Terharu ya mba rasanya.. Apalagi kalau anak cew kan dia lebih perasa ya.. Lebih bisa ngungkapin perasaannya secara romantis gitu.. Huhuu,, ikut terharu nih :')
Hapusiyaaaa mbakkk duh pengen nasngis pokoknya kalo dia tidur gtu tak ules2 pokoknya. anakku tuh kemampuan verbalnya cukup menurtku makanay dia pandai berbahasa tapi karena itu membuatku harus berhati2 kalo bicara ma dia. dan anak kecil tuh kan nagkepnya cepet
HapusSering banget nemu kejadian toxic parenting, yang ada bisa meninggalkan trauma anak. Dan kadang tuh orang tua gak sadar kalau kebiasaan atau apa yg dilakukan bagian dari toxic parenting. Jadi belajar lagi kalau gini, terima kasih mbaa sharingnya
BalasHapusIya mba, ada materi lebih banyak kalau tentang akibat dr toxic parenting gini.. Kasihan sbnernya..
HapusMakasih jg mba sudah berkunjung :D
Semoga kita semua terhindar jadi toxic parent ya... Semoga anak2 menjadi qurrota a'yun. Aamiin
BalasHapusSemoga kita dberi rasa sabar dan syukur jg yg lebih banyaakk..
HapusAamiin :D
Ya Alloh karuniakan kami anak² yang saleh dan saleha. Aamiin. Makasih mbak artikelnya sebagai pengingat diri nih.
BalasHapusAamiin..
HapusSama-sama mba.. Makasih jg sudah mampir^^
ternyata jenis toxic sampai kepada pola asuh atau parenting ya, trimksh mba sharingnya, mencoba introspeksi diri sbg seorang ibu, dan berusaha memaafkan ortu kita ketika toxic parenting kita rasakan saat menjadi seorang anak.
BalasHapusIya bener mba :D
HapusMungkin kita sendiri jg pernah merasakan, qdan semoga tdk sampai terulang ke anak kita nantinya^^
Aku tertarik dengan ide membuat surat cinta, bakal dicoba nih. Semakin sering belajar parenting, semakin mengaplikasikannya, semakin bertambah luas pula kesabaran menjadi orang tua, insya Allah, terimakasih banyak ulasannya ...
BalasHapusTulisan menjadi alarm buat saya, agar tidak terjebak pada situasi parent toxic ,..
BalasHapusIdenya no 2 wajib dicoba
Kalau baca tulisan tentang toxic parent tuh rasanya nyesss gitu di hati. Soalnya ngerasa dulu ortu aku ada beberapa sifatnya yg sesuai dgn ciri-ciri toxic parent dan aku ga pingin jadi seperti itu. Walaupun kadang, masih melakukan apa yg mereka lakukan. Dilema gitu :')
BalasHapusTerima kasih Mbak Fadma untuk tulisannya, serasa disentil dan diingatkan untuk kembali belajar menjadi orang tua. Tak mudah memang menjadi orang tua, tapi insyaAllah kita terus belajar agar tak terjebak menjadi toxic parent
BalasHapusJadi kangen datang ke kajian offline juga mbak ! apalagi tema yang dibahas relatable sama kehidupan sehari-hari gini. Makin tercerahkan, karena toxic parenting itu seperti virus yang kadang datang susah pergi.
BalasHapusposisiku masih sebagai anak. semakin kesini aku semakin berfikir, tentang bagaimana cara orang tuaku mendidik. aku sendiri pula yang merasakan bagaimana hasil dari didikan orang tuaku. selain dari kajian dan materi seperti ini, aku masih menggunakan pengalaman pribadi sebagai cermin.
BalasHapusJadi melihat ke belakang lagi, banyak banget kesalahan sebagai orang tua, semoga anak-anak ridho sebagaimana orangtua ridho dengan kesalahan anak. Semudah orangtua melupakan kemarahan pada anak, semoga anak pun demikian.
BalasHapusSeringkali rasa berkuasa terhadap anak secara tidak langsung yang menjadikan toxic parenting muncul. Anak tidak diberikan ruang yang cukup besar untuk mengungkapkan pendapatnya. Ah, kompleks banget yaa kehidupan orang dewasa. Sebagai perempuan yang belum menikah, materi-materi seperti ini membuatku semakin semangat untuk belajar dan mempersiapkan diri menuju jenjang pernikahan.
BalasHapusDuh terjewer nih, bahkan meski udah ikut kajian parenting berkali2 pun, kadang sifat dan sikap toxic masih keluar. Memang kudu direfresh terus ilmunya biar selalu teringat untuk nggak melakukan hal2 yang seharusnya nggak dilakukan.
BalasHapusJadi sedih nih akhir2 ini sering marahin anak. Bukan karena anaknya, tp karena kecapean jd mood berantakan :'( ah makasih ya artikelnya reminder bgt nih. Temen toxic aja dihindari. Apalagi jd ortu toxic, na'udzubillah
BalasHapusMasyaAllah, jadi intropeksi diri setelah baca artikel ini. makasih banyak mb untuk remindernya. jadi orangtua memang harus terus belajar ya, mb..
BalasHapusAkan jadi catatan menarik buatku mba.. Kadang bisa aja kita gak menyadari kalau itu bagian dari toxic. Thanks mbaa sudah sharing ini :))
BalasHapus